UU NO 19 TENTANG HAK CIPTA
Ketentuan Umum (Pasal
1)
Hak Cipta
adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencipta
adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang
khas dan bersifat pribadi. Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta
yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau
sastra.
Pemegang Hak
Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima
hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Pengumuman
adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran
suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau
melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar,
atau dilihat orang lain. Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu
Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan
menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan
secara permanen atau temporer.
Potret
adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh
lainnya ataupun tidak, yang diciptakan
dengan cara dan alat apa pun. Program Komputer adalah sekumpulan instruksi
yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang
apabila digabungkan dengan media
yang dapat dibaca
dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan
dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
Hak Terkait
adalah hak yang berkaitan dengan Hak
Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya;
bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman
suara atau rekaman bunyinya, dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat,
memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya. Pelaku adalah aktor, penyanyi,
pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan,
menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama,
tari, sastra, folklor, atau karya seni
lainnya. Produser
Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali
merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau
perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara
atau perekaman bunyi lainnya. Lembaga Penyiaran adalah organisasi
penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas
suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau
melalui sistem elektro magnetik.
Permohonan
adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada
Direktorat Jenderal. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh
Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan
dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
Kuasa
adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan
Undang-undang ini. Menteri adalah Menteri yang membawahkan
departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta. Direktorat
Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang
berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
LINGKUP HAK CIPTA
Bagian Pertama
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Pasal 2
1.
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya
sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal 3
1.
Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak.
2.
Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik
seluruhnya maupun sebagian
karena:
a. Pewarisan.
b. Hibah.
c. Wasiat.
d. Perjanjian
tertulis, atau
e. Sebab-sebab
lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
1.
Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang
setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik
penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak
itu diperoleh secara melawan hukum.
2.
Hak Cipta yang tidak atau belum diumumkan yang
setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik
penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan
hukum.
Bagian Kedua
Pencipta
Pasal 5
1.
Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap
sebagai Pencipta adalah :
a. Orang
yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau
b. Orang
yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu
Ciptaan.
2.
Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang
tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya,
orang yang berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut.
PERLINDUNGAN HAK
CIPTA (CIPTAAN YANG DILINDUNGI)
Pasal 12
1. Dalam
Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. Buku,
Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain;
b. Ceramah,
kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. Alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. Lagu
atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama
atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. Seni
rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. Arsitektur;
h. Peta;
i.
Seni batik;
j.
Fotografi;
k. Sinematografi;
l.
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,
database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
2. Ciptaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan
tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
3. Perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan
yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan
yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.
PEMBATASAN HAK CIPTA
Pasal 14
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Pengumuman
dan/atau Perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang
asli;
b. Pengumuman
dan/atau Perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh
atau atas nama Pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi,
baik dengan peraturan perundangundangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan
itu sendiri atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c. Pengambilan
berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga
Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya
harus disebutkan secara lengkap.
Pasal 15
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau
dicantumkan, tidak
dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Penggunaan
Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b. Pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan
di dalam atau di luar Pengadilan;
c. Pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
·
Ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan
dan ilmu pengetahuan; atau
·
Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran
dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
d.
Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para
tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
e.
Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program
Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa
oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat
dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
f.
Perubahan yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan
bangunan;
g.
Pembuatan
salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang
dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Pasal 16
1. Untuk
kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan
pengembangan, terhadap Ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan sastra, Menteri setelah mendengar pertimbangan
Dewan Hak Cipta dapat:
a. Mewajibkan
Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Perbanyakan
Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang
ditentukan;
b. Mewajibkan
Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain
untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara
Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta
yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. Menunjuk
pihak lain untuk melakukan penerjemahan dan/atau
d. Perbanyakan
Ciptaan tersebut dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
2. Kewajiban
untuk menerjemahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah
lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Ciptaan di bidang ilmu
pengetahuan dan sastra selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia.
3. Kewajiban
untuk memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah
lewat jangka waktu:
a. 3
(tiga) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang matematika dan ilmu pengetahuan
alam dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik
Indonesia;
b. 5
(lima) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang ilmu sosial dan buku itu belum
pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
c. 7
(tujuh) tahun sejak diumumkannya buku di bidang seni dan sastra dan buku itu
belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik indonesia.
4. Penerjemahan
atau Perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk
pemakaian di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan tidak untuk diekspor
ke wilayah Negara lain.
5. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disertai
pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
6. Ketentuan
tentang tata cara pengajuan Permohonan untuk menerjemahkan dan/atau
memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 17
Pemerintah melarang Pengumuman setiap Ciptaan yang
bertentangan dengan
kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan
keamanan Negara,
kesusilaan, serta ketertiban umum setelah mendengar
pertimbangan Dewan Hak
Cipta. Pasal 18
1. Pengumuman
suatu Ciptaan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah untuk kepentingan nasional melalui radio, televisi dan/atau sarana
lain dapat dilakukan dengan tidak
meminta izin kepada Pemegang Hak Cipta dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari Pemegang Hak Cipta, dan kepada Pemegang Hak Cipta
diberikan imbalan yang layak.
2. Lembaga
Penyiaran yang mengumumkan Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang
mengabadikan Ciptaan itu semata-mata
untuk Lembaga Penyiaran itu sendiri dengan ketentuan bahwa untuk penyiaran selanjutnya,
Lembaga Penyiaran tersebut harus memberikan imbalan yang layak kepada Pemegang
Hak Cipta yang bersangkutan.
PROSEDUR PENDAFTARAN
HAKI
Di Indonesia, pendaftaran
ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta,
dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau
terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran
ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul
sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan.
Sesuai yang
diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI),
yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta
atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui
konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002
pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat
diperoleh di kantor maupun situs web
Ditjen HKI. “Daftar Umum Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan
terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa
dikenai biaya.
UU NO 36 TENTANG TELEKOMUNIKASI
KETENTUAN UMUM
Pada undang-undang no 36 tentang
telekomunikasi, terdapat pada BAB I dan Pasal 1. Pada bagian ini terdapat pengertian mengenai
telekomunikasi, telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,
gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik Iainnya.(ayat1)
Pada bagian ini juga dijelaskan
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan telekomunikasi seperti alat
telekomunikasi, perangkat telekomunikasi, serta sarana dan prasarana
telekomunikasi. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa pemancar radio adalah
alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio.Dalam
telekomunikasi dibutuhkan jaringan telekomunikasi yaitu rangkaian perangkat telekomunikasi dan
kelengkapannya yang digunakan dalam
bertelekomunikasi.(ayat 2-5)
Untuk dapat melakukan
telekomunikasi dengan baik dan lancar maka dibutuhkan beberapa pihak, dalam
undang-undang ini dijelaskan pihak-pihak tersebut yaitu jasa telekomunikasi; penyelenggara
telekomunikasi yang dapat terdiri dari perseorangan, koperasi, badan usaha
milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi
pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara; pelanggan;pemakai;
pengguna(ayat7-11); serta menteri adalah Menteri yang ruang Iingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.(ayat 17).
AZAS DAN TUJUAN
TELEKOMUNIKASI
Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat,
adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan
pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung
persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan,
serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
Pasal 7
1. Penyelenggaraan
telekomunikasi meliputi :
a. penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggaraaan jasa telekomunikasi;
c. penyelenggaraan
telekomunikasi khusus.
2. Dalam
penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. melindungi
kepentingan dan keamanan negara;
b. mengantisipasi
perkembangan teknologi dan tuntutan global;
c. dilakukan
secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
d. peran
serta masyarakat.
Bagian Kedua
Pasal 8
1. Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b, dapat dilakukan oleh badan
hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku, yaitu :
a. Badan
Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD);
c. badan usaha swasta; atau
d. koperasi;
2. Penyelenggaraan
Telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf c,
dapat dilakukan oleh :
a. perseorangan;
b. instansi
pemerintah ;
c. badan
hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi;
3. Ketentuan
mengenai penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
1. Penyelenggara
jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dapat
menyelenggarakan jasa telekomunikasi.
2. Penyelenggara
jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dalam
menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan
telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
3. Penyelenggara
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dapat
menyelenggarakan telekomunikasi untuk :
a. keperluan
sendiri;
b. keperluan
pertahanan keamanan negara;
c. keperluan
penyiaran.
4. Penyelenggara
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, terdiri dari
penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan :
a. perseorangan;
b. instansi
pemerintah;
c. dinas
khusus;
d. badan
hukum.
5. Ketentuan
mengenai persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PENYIDIKAN
Hal ini diatur dalam undang-undang no 36 BAB V pada Pasal 44
yaitu
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Iingkungan Departemen
yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum
Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran Iaporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum
yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
c. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat
telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
saksi atau tersangka;
e. melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat
telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana
di bidang telekomunikasi;
f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan
tindak pidana di bidang telekomunikasi;g. menyegel dan atau menyita alat dan
atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan
tindak pidana di bidang telekomunikasi;
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan .
i. mengadakan penghentian penyidik
(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diiaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana
SANKSI ADMINISTRATIF
Hal ini diatur dalam undang-undang no 36 BAB VI pada pasal
45 & 46. Ada dua belas ketentuan
dalam undang-undang ini yang dapat dikenai sanksi administratif berupa
pencabutan izin, yang dilakukan setelah diberi peringatan tertulis(pasal46).
Pengenaan sanksi adminsitrasi dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai upaya
pemerintah dalam rangka pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan
telekomunikasi. Keduabelas alasan yang dapat dikenai sanksi administratif itu
adalah terhadap:(pasal 45)
setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi yang tidak memberikan kontribusi dalam
pelayanan
penyelenggara telekomunikasi tidak memberikan catatan atau
rekaman yang diperlukan pengguna;
penyelenggara jaringan telekomunikasi yang tidak menjamin
kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan
kebutuhan telekomunkasi;
penyelenggara telekomunikasi yang melakukan kegiatan usaha
penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum,
kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum;
penyelenggara jaringan telekomunikasi yang tidak menyediakan
interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi
lainnya;
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara
jasa telekomunikasi yang tidak membayar biaya hak penyelenggaraan
telekomunikasi yang diambil dari prosesntase pendapatan;
penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri
dan keperluan pertahanan keamanan negara yang menyambungkan telekomunikasinya
ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya;
penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan
penyiaran yang menyambungkan telekomunikasinya ke penyelenggara telekomunikasi
lainnya tetapi tidak digunakan untuk keperluan penyiaran;
pengguna spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang
tidak mendapat izin dari Pemerintah;
pengguna spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang
tidak sesuai dengan peruntukannya dan yang saling menggaggu.
pengguna spektrum
frekuensi radio yang tidak membayar biaya penggunaan frekuensi, yang besarannya
didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi;
pengguna orbit
satelit yang tidak membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.
KETENTUAN PIDANA
Hal ini diatur dalam undang-undang no 36 BAB VII pada pasal
47-59.
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara komunikasi khusus yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak
Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau
menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang
tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana
paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00
(empat ratus juta rupiah).
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua raatus
juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40,dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal
56 dirampas oleh negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal
48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan
Pasal 57 adalah kejahatan.
UU TENTANG INFORMASI & TRANSAKSI
ELEKTRONIK (ITE)
Payung hukum
setingkat undang-undang yang khusus mengatur tentang kegiatan di dunia maya
hingga saat ini belum ada di Indonesia. Dalam hal terjadi tindak pidana
kejahatan di dunia maya, untuk penegakan hukumnya masih menggunakan
ketentuan-ketentuan yang ada di KUHP yakni mengenai pemalsuan surat (Pasal
263), pencurian (Pasal 362), penggelapan (Pasal 372), penipuan (Pasal 378),
penadahan (Pasal 480), serta ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang tentang Merek.
Ketentuan-ketentuan
tersebut tentu saja belum bisa mengakomodir kejahatan-kejahatan di dunia maya
(cybercrime) yang modus operandinya terus berkembang. Selain itu dalam
penanganan kasusnya seringkali menghadapi kendala antara lain dalam hal
pembuktian dengan menggunakan alat bukti elektronik dan ancaman sanksi yang
terdapat dalam KUHP tidak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh korban,
misalnya pada kasus internet fraud, salah satu pasal yang dapat digunakan
adalah Pasal 378 KUHP (penipuan) yang ancaman hukumannya maksimum 4 (empat)
tahun penjara sedangkan kerugian yang mungkin diderita dapat mencapai miliaran
rupiah.
Terkait dengan
hal-hal tersebut di atas, kehadiran Undang-Undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang tentang Transfer Dana (UU
Transfer Dana) diharapkan dapat menjadi faktor penting dalam upaya mencegah dan
memberantas cybercrimes serta dapat memberikan deterrent effect kepada para
pelaku cybercrimes sehingga akan berfikir jauh untuk melakukan aksinya. Selain
itu hal yang penting lainnya adalah pemahaman yang sama dalam memandang
cybercrimes dari aparat penegak hukum termasuk di dalamnya law enforcement.
Adapun Rancangan
Undang-Undang (RUU) ITE dan RUU Transfer Dana saat ini telah diajukan oleh
pemerintah dan sedang dilakukan pembahasan di DPR RI, dimana dalam hal ini Bank
Indonesia terlibat sebagai narasumber khususnya untuk materi yang terkait
dengan informasi dan transaksi keuangan.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar